Dulu aku pikir orang jahat itu cuma ada di sinetron. ternyata di dunia nyata ada ya?! Ini ak alami lho..sangat subyektif. Ak sampai tidak habis pikir, kok ada ya…bukan yang kaya’ Dedi Mizwar bilang “susah melihat orang lain susah, senang melihat orang lain senang”, kebaliannya. susah liat temen seneng, seneng liat temen susah, pernah ketemu ga? (more…)
June 10, 2008
March 27, 2008
Islam dan Kreativitas Guru dalam Metode Pembelajaran
Rakhmawati, dewi. 2007. Islam dan Kreativitas Guru dalam Metode Pembelajaran (Bab II). Makalah tidak diterbitkan. Malang: Masjidil ‘Ilm Bani Hasyim
Sekolah Islam memang menggeliat belakangan ini. Lembaga pendidikan ini tidak lagi dipandang sebelah mata, sebagai lembaga yang kolot dan ‘puritan’. Maraknya para orang tua menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah Islam belakangan ini, menurut pakar pendidikan yang juga mantan Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional Prof DR Hidayat Syarif merupakan fenomena yang sangat positif. ”Ini fenomena yang bagus. Dulu, sekolah sekolah ini tidak mampu bersaing,” jelas Hidayat. Menurut mantan Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Bappenas ini, sekolah-sekolah Islam selain mengutamakan mata pelajaran umum yang sesuai dengan kurikulum Diknas, juga ditambah dengan mata pelajaran agama. Lebih khusus lagi, kata Hidayat, adalah pada penanaman moral, pendidikan akhlak.
Alasan serupa dikemukakan psikolog dan pemerhati pendidikan anak, Seto Mulyadi. Menurut Kak Seto, belakangan ini banyak lembaga pendidikan Islam yang telah meningkatkan kualitasnya dengan mengadopsi beberapa model atau kurikulum dari luar negara-negara maju seperti Australia, Jepang, Amerika Serikat dan lainnya. ”Semua baik, tapi yang penting harus dilakukan dengan prinsip for the best interest of the child (demi kepentingan terbaik bagi anak), bukan bagi orang tua, guru, yayasan, dan sebagainya,” jelasnya. Penulis setuju dengan pendapat Kak Seto, sumber informasi terpenting adalah dari sisi anak. Sekolah yang baik adalah baik menurut anak bukan baik menurut iklan. Pertanyaan mendasar adalah coba anak boleh melihat, mencoba, pada saat pendaftaran itu ada suasana untuk percobaan dan sebagainya lalu tanyakan kepada anak. Menurut dia bagaimana, enak nggak di sekolah itu? Kalau dia suka silahkan didaftarkan. Orangtua jangan memilih sekolah hanya karena prestise.
Sekolah Islam sebaiknya tidak mengajarkan ajaran-ajaran Islam dalam hanya sekadar dari sudut pandang orang tua. Misalnya orang tua nanti kalau berbuat ini dosa, kalau mengerjakan ini nanti masuk sorga. Jadi, akhirnya anak jadi objek untuk ambisi orang tua. Sejak dini anak memang harus dibekali dengan pendidikan agama, namun harus melihat metode yang dipakai. ”Pengajarannya bagaimana? Jangan lembaga Islam metode pembelajarannya dengan kekerasan sehingga membuat anak malah takut dengan agama. Mereka bisa anti produktif, tapi kalau Islam diajarkan dengan bernyanyi, dongeng, boneka, kegiatan bermain di taman yang menyenangkan, gurunya ramah, itu Islam akan sangat muncul dengan efektif pada diri anak.
Metode pembelajaran merupakan kunci utama berhasilnya sebuah pendidikan. ”Ada sekolah Islam yang metodenya menyenangkan tapi tidak sedikit sekolah Islam yang metodenya kurang menyenangkan. Ini yang sangat disayangkan, akan memberikan gambaran yang keliru terhadap Islam.” Anak pra sekolah, misalnya, belum saatnya dia ditakut-takuti kalau bolos, atau malas nanti masuk neraka. Anak-anak usia begini seharusnya dikenalkan bahwa Islam itu indah, sabar, kasih sayang, dan diberikan contoh konkret,” ujarnya. Yang tak kalah pentingnya, papar Kak Seto lebih lanjut, peran orang tua dalam membimbing anak. Apalagi, seorang anak justru akan lebih lama bersama orang tuanya ketimbang guru. ”Orang tua harus menyadari bahwa pendidik yang paling utama adalah orang tuanya sendiri. Jadi, orang tua harus memainkan peranan penting terhadap pendidikan anak. Dimulai dengan keteladanan atau contoh, jangan menyuruh anak shalat tapi anak tidak shalat. Jangan menyuruh kepada anak kalau dari orang tuanya tidak ada keteladanan yang konkrit dari orang tuanya.” Yang penting, kata Kak Seto, penekanannya bukan sekadar hablumminallah tapi hablum minannaas. ”Kita memberikan kepada mereka bahwa ajaran Islam itu baik hati,” ujarnya. Di rumah, hal itu bisa ditunjukkan oleh orang tua kepada anak. Ketika setelah shalat, misalnya, orang tua mendongeng bagi anak, bukan mengomel. ”Dari situ ada asosiasi antara perilaku shalat dan kasih sayang ataupun suasana kehangatan emosional ibunya yang dirasakan sekali terhadap anak,” ujarnya. (more…)
March 6, 2008
Kelasku…..2
Rabu, 5 Maret 2008
His name is Rafi, my bigest student. Seukuran siswa SD kelas I. Pagi-pagi dateng, salim terus main ayunan. Tau aku di kantor pegang komputer (cek imel bentar), datanglah dia padaku. Bu guru ngapain? Ngetik, jawabku. Lalu tanya, ini apa? Kalkulator, ku bilang. Buat apa, ngitung. Dipencet-pencet–itu meja milik bagian keuangan– Kubilang “mas-mas jangan, itu punya ibu’ itu”. Kalau dibiarin akan diteruskan, karena dia adalah tipe anak yang ingin taunya besar banget, senmuanya tidak luput dari pertanyaan. Yang konkrit maupun abstrak. Pertanyaan pertama, ini apa, untuk apa, kenapa. Ada tiang di halaman, ini apa ? Tiang bendera, buat apa? Pasangan bendera, kenapa kok dipasang disini. Pernah, bu mau hujan…iya..kenapa kok hujan. Kalau ada sesuatu yang baru dia akan lari mendekati sesuatu itu, pengen lihat, dengar, dan merasakan.
Di sekolah sedang membangun gedung baru, ada asap, apa itu bu, kenapa kok gitu. Ada suara juga, suara apa itu, diesel, untuk apa. Dan pertanyaan yang selalu dilontarkan kepadaku sejak bulan Okktober sampai tadi pagi adalah, bu Dewi rumahnya dimana! Kadang dia tanya sesuatu yang dia sudah tau. Cerianya saya pernah sakit, hampir sebulan ga masuk. Pas masuk dia tanya, kenapa bu guru ga masuk, sakit, sakit apa, perut, kenapa kok sakit perut, kecape’an, kenapa kok capek..gitu terus, sampai aku tanya mas rafi kok ga ke rumah bu guru. Bu guru rumanhya dimana, Lawang, juah, iya jauh, kan mas Rafi punya mobil, iya deh besok Rapi ke rumah bu Dewi ya, ya bilang mama sama papa ya, ajak ke rumah Bu Dewi, dimana sayang? Lawang.
Dua hari kemudian, karena playgroup masuk dua hari sekali, Emak (pengantarnya) nya cerita kemarin ngotot minta ke rumah Bu Dewi, mamanya bilang jauh Nak, besok aja ya. Besoknya minta lagi, mobilnya rusak, kata mamanya. Tiap pagi sejak itu selalu tanya, rumah Bu Dewi dimana, karena kau tau dia sebenarnya sudah tau, ak tanya balik, dimana hayo, La…wang(lanjut dia). Aku pake apapun juga ditanyain, ini apa, gimana bukanya, bukain, nanti aku yang pasang (bros).
Kalau tidak dituruti dia teriak, memukul, menangis. (more…)